Bullying di lingkungan sekolah masih menjadi masalah serius yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental dan perkembangan sosial siswa. Sayangnya, banyak kejadian bullying yang dibiarkan begitu saja oleh siswa lain karena merasa takut, bingung, atau tidak tahu harus berbuat apa. Dalam situasi seperti ini, penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara menjadi seorang bystander (penonton pasif) dan upstander (pelindung aktif).
Melalui artikel ini, kita akan membahas bagaimana cara menjadi upstander—seseorang yang berani bertindak saat melihat tindakan tidak adil, khususnya bullying—dan bagaimana bimbingan konseling pribadi-sosial di sekolah dapat memperkuat peran ini.
Menjadi upstander bukan hanya soal keberanian, tetapi juga kepedulian dan tanggung jawab sosial. Ketika seseorang memilih untuk tidak tinggal diam, hal itu bisa:
✅ Mencegah bullying semakin parah
✅ Memberi dukungan moral kepada korban
✅ Menunjukkan bahwa tindakan bullying tidak bisa ditoleransi
✅ Menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan menghargai sesama

Berikut beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan siswa:
Bimbingan dan konseling di sekolah memegang peranan penting dalam membentuk karakter siswa sebagai upstander. Guru BK dapat membantu siswa:
Melalui kegiatan konseling pribadi-sosial, siswa didorong untuk aktif menjadi agen perubahan di lingkungannya.
Menjadi upstander bukan berarti harus selalu menghadapi pelaku secara langsung. Namun, setiap tindakan kecil yang menunjukkan keberpihakan pada kebaikan bisa membuat perbedaan besar. Ketika siswa mulai saling mendukung dan berani bersuara, bullying bisa diminimalkan dan lingkungan sekolah akan menjadi tempat belajar yang lebih sehat dan aman bagi semua. Mari kita mulai dari diri sendiri. Jadilah upstander—bukan hanya penonton, tetapi pelindung bagi sesama.
